blog-image

MOJOKERTO - (GEMA MEDIA) - Kota Mojokerto sebagai Kota Inklusi, masih belum nampak nyata fakta di lapangan. Masih banyak fasilitas yang tidak bisa dinikmati oleh para penyandang disabilitas di Kota Mojokerto.Hal ini disampaikan oleh ketua Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Kota Mojokerto saat melakukan hearing dan dengan pendapat dengan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Mojokerto dalam acara Rapat dengar pendapat ini dilaksanakan di ruang Komisi II DPRD Kota Mojokerto, Jalan Gajah Mada no 145, Kota Mojokerto, Jawa Timur, Senin (17/12/2018) siang.

Ketua PPDI Kota Mojokerto, Andri Wibowo, mengatakan bahwa kehadirannya bersama lima anggota PPDI bermaksud untuk menyampaikan beberapa hal terkait dengan keberadaan penyandang disabilitas di Kota Mojokerto yang selama ini seolah-olah hanya menjadi obyek dari pembangunan. "Kita tidak sepenuhnya mendapat perhatian dari pemerintah, meskipun Kota Mojokerto sudah dicanangkan sebagai kota inklusi. Bisa dilihat, beberapa akses fasilitas bagi disabilitas sangat minim. Oleh karena itu kita datang ke DPRD sebagai wakil rakyat untuk mendengar keluhan kami," katanya. Seperti diketahui, lanjutnya, akses bagi penyandang disabilitas minim. Baik di kantor-kantor milik pemerintah maupun fasilitas umum. Jikalau ada, itu pun belum maksimal dan tidak keseluruhan bisa membantu rekan disabilitas. "Untuk fasilitas infrastruktur, belum maksimal. Sementara untuk fasilitas non infrastruktur atau aspek pemberdayaan sumber daya manusia juga masih kurang. Ini yang menjadi keluhan utama kami," imbuhnya.

Lebih lanjut kata Andri, sebenarnya rekan-rekan disabilitas mempunyai potensi, namun tidak bisa dipungkiri bahwa masih membutuhkan pendukung dan hadirnya pemerintah dalam menyupport dari sisi lain dimana hal itu tidak bisa kami lakukan. Menanggapi keluhan dari penyandang disabilitas, Ketua DPRD Kota Mojokerto, Febriana Meldyawati, didampingi seluruh anggota Komisi II DPRD Kota Mojokerto dan Kepala Dinas Sosial Kota Mojokerto serta perwakilan dari Dinas Koperasi, Usaha Mikro Dan Tenaga Kerja, memberikan tanggapannya. "Pada dasarnya kami bisa menangkap aspirasi dari penyandang disabilitas. Apa yang mereka butuhkan untuk menggali potensi dan kemampuan mereka," kata Melda, sapaan akrab ketua DPRD Kota Mojokerto.

Melda menambahkan, karena hal itulah maka kami perlu melakukan maping atau pendataan ulang terkait jumlah penyandang disabilitas di Kota Mojokerto sesuai dengan kategori disabilitas, usia serta jenis kelamin. Sehingga kami mengetahui dengan pasti jumlah disabilitas usia anak-anak, usia angkatan kerja serta disabilitas usia lansia. "Selain itu kami mendorong agar pemerintah melalui dinas terkait agar lebih banyak lagi memberikan pelatihan kerja bagi penyandang disabilitas sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Hal ini dimaksudkan agar pelatihan yg di selenggarakan tepat sasaran serta menjadikan penyandang disabilitas dapat hidup mandiri dan mampu menciptakan lapangan kerja tersendiri," tambahnya.

Di sisi lain, lanjutnya, pemerintah kota melalui dinas terkait juga harus menyediakan fasilitas pendidikan, seperti mengadakan sekolah inklusi bagi penyandang disabilitas, dimana dalam proses Kegiatan belajar mengajar penyandang disabilitas bisa berperan. Penyediaan fasilitas baik akses infrastruktur maupun yang bersifat pemberdayaan, menjadi tugas utama dan skala prioritas bagi pemerintah. Sementara tugas dewan ialah mendorong agar pemerintah bisa segera mewujudkan. "Dalam pembangunan daerah, mereka bukanlah obyek tapi subyek. Mereka berhak mendapat kelayakan hidup juga. Bisa diberdayakan melalui penyerapan tenaga kerja disabilitas yang sesuai dengan UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, baik di instansi pemerintah maupun di perusahaan yang sesuai dengan kemampuan yg dimiliki," pungkasnya. (RON/YUK)