blog-image

Kini Mereka Tak Lagi Punya Pendapatan

Keberadaan PKL yang berada di wilayah Kota Mojokerto masih menyisakan pekerjaan rumah di tahun 2010 ini. Salah satunya bangunan di Jl Semeru Kelurahan Wates. Bagaimana kondisi mereka setelah diminta membongkar lapak?

MOCH CHARIRIS, Mojokerto

PERINGATAN Pemkot Mojokerto kepada pendiri bangunan liar berupa lapak PKL (Pedagang Kaki Lima) di Jl Semeru Kelurahan Wates Kecamatan Magersari membuat para PKL ketakutan. Mereka terpaksa membongkar sendiri bangunan yang biasa digunakan untuk mencari nafkah. Bahkan, kemarin bangunan yang terancam dibongkar paksa itu kini telah rata dengan tanah. Seperti yang dilakukan oleh Naning, warga asal Lingkungan Karanglo Kelurahan Wates Kecamatan Magersari. Dibawah rerintik hujan, Minggu (3/1) sore itu dia terpaksa memindahkan semua peralatan dagangan yang ada dilapaknya. "Sebenarnya kita sudah di-deadline pemkot untuk segera membongkar bangunan sejak akhir 2009 kemarin. Tapi kita minta toleransi waktu beberapa hari untuk membongkar," terang Naning.

Memang, keberadaan bangunan PKL yang berdiri sejak tiga hingga belasan tahun yang lalu dipandang oleh pemkot telah menempati lahan milik pemerintah. Tepatnya berada di sebelah selatan Masjid Salahudin. Lahan yang ditempati rata-rata seluas antara 4 x 6 meter. Lahan kosong itu rencananya bakal dimanfaatkan pemkot sebagai ruang terbuka hijau (RTH) atau taman. "Di sini setidak ada empat lapak. Kalau saya sendiri menempati bangunan ini sejak tiga tahun lalu," terang perempuan berusia 45 tahun itu.

Naning, mengaku untuk mendirikan empat buah bangunan, pedagang sendiri sebenarnya menyadari bahwa lahan yang ada bukanlah milik pribadi, melainkan atas kewenangan pemkot. "Tapi selama berjualan di sini saya tidak pernah membayar pada siapapun," kata ibu satu anak ini. Meski begitu, setelah lapaknya dibongkar dia menyatakan saat ini mengalami kebingungan. Menyusul, lapak yang kesehariannya digunakan untuk menjual makanan kupang adalah satu-satunya topangan hidup mencari nafkah dan memenhi kebutuhan keluarga. "Setelah ini saya tidak tahu harus ke mana lagi. Sebab usaha ini bagian dari hidup saya dan keluarga," ujarnya sembari terus mengambili barang-barang berharga yang masih bisa dimanfaatkan. Yang terlihat dari sisa-sisa pembongkaran itu hanya berupa puing-puing bangunan. Seperti genting, kayu dan peralatan dapur yang masih tersisa.

Sementara itu dari total empat lapak yang ada, pantaun Radar Mojokerto di lapangan, menyisakan satu lapak yang belum dibongkar. Tepatnya sekitar 50 meter dari lapak milik Naning. Dia menceritakan, dari imbauan petugas Satpol PP Pemkot belakangan keputusan pedagang dilarang melakukan aktivitas perekonomian lantaran sejauh ini bangunan semi permanen milik PKL semakin menjamur. Dengan demikian agar tidak bermunculan bangunan liar baru, lanjut Naning, Satpol PP lantas mengeluarkan peringatan secara tertulis kepada para pedagang yang sudah ada. Diantaranya mereka diminta lekas membonggkar sendiri tanpa adanya bayang-bayang petugas. "Katanya seperti itu. Makanya semua bangunan di sini harus bersih," tukasnya.

Meski begitu dia tak bisa menyembunyikan kesedihan harus ke mana lagi untuk sekedar mengais rezeki. Sebab, setelah pembongkaran lapak, sudah tentu tidak ada pemasukan ekonomi yang bisa diandalkan lagi. "Saya sendiri sudah tidak punya suami. Dan sekarang di rumah hanya hidup dengan anak saya," bebernya. Karenanya dia berharap, sejak dilaksanakannya pembongkaran itu, pemkot tidak asal lepas tangan. Yakni sebisa mungkin dapat memberikan fasilitas atau tempat baru untuk berjualan kembali. Sehingga pendapatan untuk menyambung hidup tak lagi membenani. "Sebagai orang kecil saya tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya itu yang saya harapkan. Diberi tempat baru agar bisa berjualan kembali," paparnya.

Terpisah Kepala Satuan Polisi Pamong Praja, Happy Dwi Prastyawan mengungkapkan, imbaun agar PKL membongkar lapak lantaran mereka diketahui telah mendirikan di atas lahan milik pemkot. "Artinya itu sudah melanggar Perda 15 tahun 2003, tentang kebersihan dan keindahan," katanya. "Makanya kalau mereka bersedia membongkar sendiri berarti ada kesadaran," pungkasnya. (nk)

Sumber : radar mojokerto