blog-image

Datangkan Grup Kesenian, Sindennya Tiga Waria
Hasil tani yang melimpah tentu membuat senyum pemiliknya. Tidak terkecuali bagi Gapoktan Tani Mulyo Kecamatan Prajurit Kulon, Kota Mojokerto. Nah, untuk meluapkan kegembiraan menyambut pesta panen, mereka mengundang grup kesenian di area persawahan.

MOCH. CHARIRIS, Mojokerto
---
ALUNAN musik yang dimainkan kelompok kesenian gamelan Lia Wijaya pagi kemarin, seakan menyejukkan udara panas di area persawahan di Kecamatan Prajurit Kulon. Meski hanya dilengkapi satu pengeras suara berupa speaker (corong) namun bunyian gamelan dan gendang yang dimainkan grup kesenian asal Kelurahan Blooto itu terngiang jelas di telinga.

Para tamu undangan dari Kantor Kecamatan Prajurit Kulon, Dinas Pertanian (Disperta) dan perwakilan pengairan Sungai Brangkal terlihat betah klesetan di gubug sederhana itu. Bahkan kalangan petani yang kebetulan membajak dan memanen serasa digerojok air es.

Seakan tak terlihat sengatan panas matahari memupuri tubuh mereka. Para petani itu rela melepas kerja walau sebentar untuk sekedar bergoyang. Tidak lama alunan gending yang dipadu dengan sinden khas tiga waria, membawa tumpeng lengkap dengan sayur dan lauk pauk.

Tumpeng-tumpeng yang ditutup menggunakan daun pisang itu sengaja disajikan oleh para petani untuk mensyukuri hasil panen kali ini yang dianggap berbeda. Selain melimpah puluhan petani asal tiga kelurahan itu tak lagi dipusingkan dengan masalah tikus. Sebab hewan yang kerap menghabiskan buah padi milik petani itu kini tak tampak lagi dihampir semua petak persawahan.

Selain menutup area petak menggunakan plastik sebagai pelindung, mereka juga aktif menggelar gropyok (mengusir) tikus yang ada di sawah. ''Dulu keberadaan tikus-tikus itu selalu menghabiskan buah padi milik kami," ujar Slamet seorang petani di sela-sela mendengarkan alunan gamelan yang dimainkan.

Bagi Gapoktan Tani Mulyo, pergelaran pentas seni tradisional yang dilengkapi dengan permaian kuda lumping, memang baru pertama kali dilakukan.

Sebab, jangankan mendatangkan musik kelas kampung, untuk mengembalikan biaya produksi sulitnya minta ampun. Itu setelah ratusan, bahkan ribuan hama tikus selalu menyerang lahan pertanian di saat menjelang musim panen. ''Tapi setelah gropyok tikus sering kita lakukan, sekarang hewan-hewan itu hampir tidak ada," terangnya.

Usaha membersihkan hewan sial bagi kalangan petani tersebut perlahan-lahan membuahkan hasil. Puncaknya, dalam bulan Oktober ini hasil panen mereka justru berlimpah-ruwah.

Sawah padi milik Slamet seluas 2 hektare misalnya. Sejak bersih dari tikus, hasil panen padi miliknya menjadi berlipat ganda. ''Kalau sebelumnya hanya mencapai 4,5 ton per hektare kini menjadi 8-10 ton per hektare," paparnya.

Maka dengan begitu bukan saja balik modal, puluhan petani pun bisa memenuhi kebutuhan lain yang selama ini diidamkan. Apalagi harga jual gabah kering sawah mencapai Rp 2.800 per kilogram. Luas lahan pertanian di Kota Mojokerto itu sebenarnya mencapai 565 hektare. Terbagi atas Kecamatan Prajurit Kulon seluas 300 hektare dan Magersari 265 haktare.

Maka dengan demikian, bila semua lahan yang ada bebas dari serangan hama tikus tentunya semua petani patut berbunga hati. ''Kalau dibandingkan tahun sebelumnya panen kali ini bisa tiga kali lipat," kata Ketua Gapoktan Kota Mojokerto, Sadiman.

Dia menceritakan, belakangan selain petani rajin mengusir tikus, keberhasilan panen tersebut tidak lepas dari peralihan proses pengairan sebagai irigasi. Dari sebelumnya mengandalkan Dam Penewon Desa Modongan Kecamatan Sooko ke Dam Sinoman Kelurahan Miji, Kecamatan Prajurit Kulon.

''Dari dua kali panen airnya sangat mencukupi, dibanding Dam sebelumnya. Sebab, untuk dam lama kerap kali kita kesulitan mendapatkan air karena sudah diserap lahan pertanian yang dilintasi saluran irigasi," paparnya.

Meski begitu Gapoktan Kota sekarang bukan berarti tidak mempunyai kendala. Sadiman mengaku, kesadaran petani untuk menciptakan kesadaran saling memiliki dan merawat masih belum utuh. Terbukti dari luas lahan sawah 65 hektare milik warga Kauman, Blooto dan Prajurit Kulon, sebagian justru terkesan mengabaikan budaya gotong-royong. Baik untuk mengurus saluran irigasi maupun membersihkan hama tikus.

''Harapan saya ke depan mereka semua bisa guyub. Dengan begitu hasil pertanian akan semakin melimpah," imbuhnya. (yr)

Sumber : Radar Mojokerto