blog-image

Enggan Keluarkan Model Baru, Hasil Karyanya Sampai ke Bali

Momentum Natal dan Tahun Baru 2009 ternyata menjadi peluang bisnis bagi perajin terompet. Meski bersifat dadakan, tapi hasil yang didapat mampu melebarkan sayap bisnis sampai ke luar pulau

MOCH. CHARIRIS, Mojokerto

-------------------------------------------------------

HUJAN deras disertai angin dan petir yang menyambar-nyambar langit Kota Mojokerto tak mengusik Joko, warga Jl Majapahit Lingkungan Pekayon, Kelurahan Kranggan, Kecamatan Prajuritkulon, Kota Mojokerto kemarin. Dia tetap asyik membuat terompet. Terompet khas yang biasa terdengar saat tahun baru tiba.

Dan Tahun Baru 2009 yang sebentar lagi tiba, menjadi momen tersendiri bagi Joko. ''Membuat terompet tambahan, itung-itung sambil mengisi waktu luang,'' ujar Joko saat ditemui di depan pertokoan Jl Majapahit.

Keseharian Joko sebenarnya adalah tukang becak yang biasa mangkal di tempat dia berjualan terompet. ''Tidak saja mbecak saya juga berjualan kerupuk kecil-kecilan di pinggir jalan,'' tambahnya sembari membentuk terompet baru yang dinamai terompet Ular Naga.

Keahlian Joko dalam membuat mainan tahunan ini bisa dibilang masih baru. Itu terbukti, dengan hasil karyanya yang terpajang di tepi jalan. Puluhan terompet jadi yang tergantung di tempat khusus terbuat dari bambu praktis tidak ada model lain.

Yang ada justru terompet Ular Naga dalam bentuk sedang dan besar. ''Untuk satu terompet harga yang saya tawarkan Rp 10 ribu-Rp 17 ribu. Tergantung tingkat kesulitan dan bahan yang dibutuhkan,'' kata bapak satu anak ini.

Meski begitu, suami Sulistri itu tidak mau dibilang pembuat terompet yang kesulitan berkreasi untuk membuat bentuk terompet baru. Terbukti dari pengalaman yang di dapat dia mengaku sudah banyak menyimpan bentuk dan model terbaru hasil karya sendiri. ''Kalau dikeluarkan sekarang, takut ada yang menjiplak. Dampaknya penjualan tidak bisa laku keras,'' jelasnya

Ditengah pembicaraan Joko lantas bercerita, ikhwal dia memahami cara pembuatan terompet berikut pemasaran, bermula menjelang Tahun Baru 1998. Banyak teman dekatnya menawari pekerjaan baru dengan menjual terompet di sepanjang jalan protokol Kota Mojokerto.

Karena pendapatan dari mengayuh becak dirasa cukup minim, Joko pun lantas menangkap tawaran tersebut. ''Hasilnya lumayan jika dibanding saat mengayuh becak,'' tuturnya.

Terbukti memasuki tahun berikutnya, usaha penjualan terompet Joko terus merangkak naik, bahkan melebihi penjualan teman yang pernah menawarinya berjualan. Namun, di tengah jalan, hasil penjualannya berangsur-angsur turun. Bukan karena ditinggal pembeli, melainkan jatah pembelian terompet kepada salah satu pengerajin mulai dibatasi. ''Seperti di-intit-intit saya pesan 100 buah, eh, malah dikasih cuma 15-20 terompet,'' katanya kesal.

Berangkat dari situ memasuki Tahun Baru 2006, dengan kemampuan yang serba terbatas dia nekat membuat terompet sendiri. Mula-mula hasilnya jerih tangannya dianggap sebagian orang tidak layak jual, tetapi lama-kelamaan, permintaan terompet darinya terus mengalir.

Bahkan sejak dua tahun ini hasil kerajinan Joko merambat ke Pulau Dewata Bali. ''Alhamdulillah hasilnya bisa untuk mencukupi kebutuhan keluarga,'' ujarnya.

Agar usaha miliknya tetap stabil, menghadapi tahun Natal dan Tahun Baru 2009 nanti, Joko tidak mau gegabah dalam mengeluarkan model dan motif terompet baru miliknya kepada pembeli. ''Bukan takut disaingi, tapi siapa yang mau hasil karya di bajak orang lain,'' imbuhnya sembari melanjutkan pekerjaan membuat terompet baru. (yr)

Sumber         :         Radar  Mojokerto