blog-image


MOJOKERTO - Liburan dan cuti bersama yang terjadi secara berturut-turut diduga menyumbangkan kenaikan jumlah penderita DBD di Kota Mojokerto. Ini karena, para penderita tersebut terjangkit virus DBD saat mereka berlibur di daerah lain.

"Hasil penyelidikan epidemologi (PE) yang kami lakukan menunjukkan empat dari enam penderita DBD asal Kota Mojokerto ini sebelumnya berlibur ke daerah yang masuk kejadian luar biasa (KLB) DBD," ujar Ida Nurdiyati, kasi Pengamatan Penyakit Dinas Kesehatan Kota Mojokerto, kemarin di ruang kerjanya.

Para penderita ini memiliki riwayat penyakit yang sebelumnya ia berlibur ke luar daerah. Misalnya, penderita asal Perumahan Permata Ijen, ternyata PE-nya menunjukkan ia usai berlibur ke Bali. Satu penderita lagi sakit setelah mereka sekeluarga pulang dari Jogja. "Ada satu lagi penderita yang dari Jombang," kata Ida.

Penilaian ini ditunjang dengan hasil PSN yang dilakukan para kader jumantik. Yang mana, sebagian besar menunjukkan angka bebas jentik sampai dengan 100 persen. "Memang ada sebagian yang hanya 95 persen," katanya.

Namun, meski bebas jentik tidak jarang Dinas Kesehatan Kota Mojokerto tetap melakukan fogging. Pasalnya, masyarakat sekitar menjadi resah apabila ada warganya yang terserang DBD. "Padahal, kalau angka bebas jentik 100 persen, warga tidak perlu khawatir, dan tidak perlu ada fogging," jelas Ida.

PE ini penting dilakukan, guna menyelidiki riwayat penyakit pasien. Hal ini juga dapat mempermudah tindakan Dinas Kesehatan Kota Mojokerto ke daerah- daerah sasaran pemberantasan sarang nyamuk.

Dikatakan Ida, adanya penderita DBD di daerah tertentu membuat kader jumantik yang ada di tempat tersebut menjadi takut. Mereka khawatir disebut tidak berhasil dan tidak menjalankan tugas dengan baik. "Adanya 6 pasien selama setengah bulan ini membuat kader Jumantik resah. Karena mereka memiliki tanggung jawab moral yang tinggi," kata Ida saat ditemui di ruangannya kemarin.

Meskipun hanya ditemukan 6 penderita DBD pada medio Januari ini, namun jumlah tersebut sudah dianggap tinggi. Karena data tahun-tahun sebelumnya menunjukkan bahwa terjadi penurunan yang signifikan terhadap jumlah penderita DBD di kota ini. Misalnya, tahun 2007 hanya sebanyak 33 kasus setahun atau rata-rata 2-3 kasus per bulan. Angka sebelumnya di tahun 2006 sebanyak 264 kasus, karena pada saat itu PSN 60 menit belum digalakkan.

Sementara itu, kondisi di RSUD dr Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto ternyata diisi pasien DBD asal Kabupaten Mojokerto. Dari 9 penderita DBD yang ada, tidak satu pun yang berasal dari wilayah Kota Mojokerto. Sedangkan, di RSI Hasanah tercatat, jumlah penderita DBD asal Kota Mojokerto hingga pertengahan Januari 2008 ini sebanyak 8 penderita.

Saat disinggung tidak samanya data penderita DBD di RSI Hasanah dan Dinkes Kota, Ida menjelaskan hal ini karena dua pasien yang terdata di RSI Hasanah tersebut sudah masuk data Dinkes kota pada bulan Desember 2007 lalu. "Sebenarnya sama kok. Cuma, dua pasien tersebut sudah masuk data Desember. Jadi tidak kita hitung lagi," jelas Ida. (in/yr)

Sumber         :         Radar Mojokerto