Butuh Perda Ketertiban
  • Post by kota on 10 October 2007
blog-image


Terkait Maraknya Pengemis dan Pengamen Jalanan
Upaya penertiban terhadap pengemis dan pengamen yang selalu menjadi persoalan sebuah kota sebenarnya dapat diatasi. Salah satunya adalah dengan diterbitkannya sebuah perda tentang ketertiban. Hal ini dikatakan oleh Kapolresta AKBP Etik Margawati.

"Tapi, ini perlu good will pemerintah kota dan DPRD. Karena bersifat perda," ujarnya.

Dikatakan Etik, perda tersebut antara lain mengatur tentang para pengemis dan pengamen yang ada di lampu-lampu merah. Salah satu isi perda itu adalah, memberikan larangan kepada para pengemis dan pengamen untuk tidak melakukan aktivitasnya di ruas jalan-ruas jalan yang banyak dilalui orang, karena akan menganggu ketertiban umum.

"Namun, selain larangan terhadap pengemis dan pengamen beroperasi di traffic light tersebut, para pengendara atau warga yang memberikan uang kepada mereka juga terkena sanksi," ujar dia.

Ini, akunya, memang dapat memicu persoalan dari banyak kalangan. Namun, menurutnya, ini langkah terbaik untuk meniadakan kebiasaan mengemis di kalangan warga miskin. "Saya yakin kalau tidak ada pengendara yang memberi, mereka juga akan kapok untuk mengemis di tempat-tempat umum," ujar dia.

Dikatakan Etik, perda ini sudah diterapkan oleh Pemda DKI Jaya terhadap banyaknya pengemis dan pengamen yang mangkal di traffic light. Mulanya, sempat memicu kontroversi, karena ada anggapan kok bersedekah saja dilarang. "Kita bukannya melarang sedekah kepada orang miskin, tapi tempatnya tidak tepat," ujarnya.

Karena itu, perda seperti ini perlu sosialisasi kepada masyarakat luas. Agar mereka dapat menerima dan tidak salah paham. Khawatir nantinya hal tersebut dianggap pembatasan orang dalam menjalankan ibadah. Yakni berinfak dan bersedekah. "Kan bisa diberikan kepada panti-panti yatim piatu atau panti orang miskin," ujar dia.

Selain sanksi bagi kedua belah pihak -yang memberi dan menerima-, pemda juga harus serius untuk menangani persoalan para kaum miskin ini. Yakni, tidak hanya melarang mereka untuk mengemis dan mengamen di tempat-tempat umum. Tapi, yang lebih penting lagi adalah, membangun mental mereka agar memiliki perubahan perilaku dan malu untuk menjadi pengemis. "Yang paling penting adalah, mengubah mental untuk tidak mengemis lagi, tapi menjadi mental produktif. Ini yang tersulit. Dalam kondisi kekurangan ekonomi sekali pun, sebenarnya orang akan enggan mengemis kalau ia memiliki mental produktif," kata dia.

Dia mencontohkan, masih banyak orang miskin di Kota Mojokerto ini yang memiliki mental produktif. Seperti para penjual di emper-emper toko dan para pencari rongsokan sampah. "Mereka ini lebih bermartabat. Meskipun tidak mampu, namun malu untuk mengemis," ungkapnya. (in)

Sumber       :      Radar Mojokerto