Sebagian Besar Warga Mendukung
  • Post by kota on 27 September 2007
blog-image


Sidang Kasus Dugaan Korupsi Pemekaran
MOJOKERTO - Tarik-ulur program pemekaran wilayah Kota Mojokerto tampaknya tidak hanya terjadi di eksekutif dan legislatif di Kota dan Kabupaten Mojokerto. Namun, juga terjadi di desa-desa sasaran program pemekaran. Hampir 90 persen dari 13 desa sasaran mendukung sepenuhnya program pemekaran tersebut. Sedangkan sisanya menolak dengan berbagai macam alasan.

Hal tersebut diungkapkan Anggota DPRD Kabupaten Mojokerto R.M. Boedi dalam sidang lanjutan kasus pemekaran wilayah Kota Mojokerto dengan terdakwa Tegoeh Soejono, mantan Wali Kota Mojokerto yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Sulistiyowati, Rabu (26/9) kemarin di Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto.

Boedhi mengungkap dukungan dari warga desa sasaran tersebut diketahui melalui jajak pendapat yang dilakukan LSM Majapahit Rescue di bawah koordinasinya pada 999. Dengan menggunakan pertanyaan pilihan ganda, pertanyaan diberikan kepada perwakilan warga sebagai responden dari desa sasaran pemekaran.

"Hasilnya, 90 persen masyarakat dari desa sasaran menginginkan desanya masuk ke kota," ujar anggota Fraksi Demokrat DPRD Kabupaten Mojokerto ini.

Menurut Boedhi, jajak pendapat dilakukan dengan maksud untuk melakukan uji coba pendapat terhadap warga di wilayah perbatasan antara Kota dengan Kabupaten Mojokerto. Alasan warga yang menyetujui agar desanya masuk ke wilayah Kota Mojokerto dalam program pemekaran adalah, menginginkan fasilitas umum yang mendukung. Termasuk pendidikan dan kesehatan.

Dijelaskan Boedhi, dengan hasil jajak pendapat tersebut, tim uji coba yang tergabung dalam LSM Majapahit Rescue lantas mengajukan dana untuk melakukan sosialisasi sebesar Rp 12.640.000 kepada Wali Kota Mojokerto yang dicairkan melalu Kabag Keuangan. "Selain digunakan sosialisasi, sebagian dana yang saya terima dipergunakan untuk kerja sama berita tentang pemekaran yang dimuat di buletin," kata laki-laki berusia 51 tahun itu.

Meskipun mendapat dukungan dari warga, namun program pemekaran itu ditolak oleh eksekutif dan legislatif Kabupaten Mojokerto. Hal itu diketahui Boedhi setelah Majapahit Rescue mengajukan hasil jajak pendapat kepada eksekutif dan legislatif agar mendapat dukungan. Penolakan, lanjut Boedhi, karena terdapat indikasi kepentingan politik yang menghambat jalannya program pemekaran. Namun, pada dasarnya beberapa anggota DPRD Kabupaten Mojokerto mendukung secara pribadi program pemekaran terebut. Seperti Yazid Qohar dari FKB, Zamzuri dari FPAN, Adi Santoso dan Supriadi dari FFPDIP.

"Penolakan melalui surat sah memang saya belum tahu. Namun, saya mengetahui dari berbagai media cetak yang memberitakan pemekaran kota," kata laki-laki kelahiran Surabaya itu. Dia juga menyinggung pada pilkada tahun 2004 lalu Bupati Achmady pernah menjanjikan untuk menindaklajuti program pemekaran tersebut. Namun, hal tersebut tidak jadi dilakukan dengan alasan politis. "Bupati pernah berjanji akan menindaklanjuti program pemekaran. Tapi, ternyata semua omong kosong," jelas Boedhi.

Sementara itu, menanggapi keterangan yang diberikan R.M. Boedhi, terdakwa Tegoeh Soedjono menilai, keterangan yang diberikan bukanlah hal yang mengada-ada. Bahkan, terdakwa sebelumnya mendukung sepenuhnya apa yang dilakukan LSM Majapahit Rescue pada jajak pendapat untuk mengetahui keinginan warga yang tinggal di perbatasan Kota dengan Kabupaten Mojokerto saat itu.

"Memang riil bahwa fakta di lapangan warga membutuhkan fasilitas mendukung di desanya. Seperti fasilitas di kelurahan-kelurahan di Kota Mojokerto," kata Tegoeh.

Hanya, terdakwa tidak sepakat dengan pengakuan saksi yang mengaku mengajukan dana sosialisasi kepada wali kota, bukan pada Pemkot Mojokerto. "Tidak benar bahwa saksi mengajukan proposal dana sosialisasi kepada wali kota. Yang benar adalah, diajukan kepada Pemkot Mojokerto!" tandas Tegoeh yang menggunakan kemeja batik merah dalam persidangan itu. (ris)

Sumber : Radar Mojokerto