blog-image

 

Setelah sekian lama tidak terdengar pembahasannya, Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pendidikan Kota Mojokerto kemarin akhirnya disahkan menjadi Peraturan Daerah (perda). Raperda yang diserahkan eksekutif sejak 13 Desember 2006 itu berisi XVII Bab dengan 46 pasal.

Dalam pandangan akhirnya, sejumlah fraksi di DPRD Kota Mojokerto kemarin memaparkan dengan gamblang sejumlah kelemahan pada perda.

Di antaranya terkait lemahnya sanksi yang dikandung. "Butuh komitmen pada pelaksanaannya, agar perda ini dapat berjalan dengan baik. Apalagi perda ini seperti macan tanpa taring. Jangan-jangan nanti hanya ramai dibicarakan. Seperti macan yang meraung-meraung, tetapi tidak bisa menggigit karena taringnya terbuat dari kertas," kata Ivan Syahrudi, ketua Fraksi Amanat Pembangunan Keadilan (FAPK) saat menyampaikan pandangan akhirnya.

Menurutnya, sanksi yang terkandung dalam perda sangat lemah. Dia mencontoh sanksi bagi warga kota yang mampu secara ekonomi tetapi tidak mau menyekolahkan anaknya yang berusia 7 sampai 18 tahun untuk mendukung program wajib belajar 12 tahun yang telah dicanangkan Pemkot Mojokerto mulai tahun ini. "Masak bagi mereka itu nantinya hanya diberi surat imbauan atau teguran. Itu kan seperti macan yang taringnya terbuat dari kertas. Tidak bisa menggigit," ungkapnya.

Hal senada disampaikan juru bicara Fraksi Demokrat Paulus Swasono Kukuh. "Sanksi teguran tertulis bagi orang tua yang tidak mau menyekolahkan anaknya diragukan efektif dan efisiensinya dari segi anggaran," paparnya.

Menurutnya, nantinya pemkot pasti akan mengajukan anggaran untuk menjalankan sanksi itu. "Bisa-bisa anggaran hanya untuk kertas atau penggandaan surat teguran itu. Nah, kalau seperti itu, apa anggaran yang keluar bisa dijamin efektif dan efisien," jelasnya.

Sanksi yang diatur dalam Bab XX Pasal 43 dan 44 untuk warga memang lemah. Berbeda dengan sanksi untuk lembaga pendidikan. Dalam poin tersebut dijelaskan bahwa bagi sekolah yang melanggar ketentuan, bisa dikenakan sanksi bertahap mulai penundaan pemberian subsidi sampai pencabutan izin operasional sekolah. (jif)

Sumber : Radar Mojokerto