blog-image


Tempat Mengembalakan Kambing bagi Penduduk
Laiknya gurun pasir dikelilingi unta. Setiap hari, tempat pembuangan akhir (TPA) Randegan Kota Mojokerto selalu dipenuhi sampah yang menggunung. Pada saat bersamaan, ratusan kambing terlihat mengais sisa-sisa sayuran dari pasar bersaing dengan para pemulung yang mengais rongsokan.

ROJIFUL MAMDUH - Mojokerto

SIANG itu Said terlihat seperti orang kebingungan. Laki-laki 54 tahun tersebut mondar-mandir keliling TPA dengan mengayuh pedal sepedanya yang tak utuh lagi. Sepeda tua karatan yang dikendarainya tampak setia mengikuti arahan tangan membelokkan setir sekenanya. Ke kiri. Ke kanan. Melaju ke depan. Berbalik. Melaju lagi. Berulang-ulang.

"Saya mencari satu kambing saya yang belum pulang Mas," ujarnya saat disapa.

Said mengaku memiliki 85 kambing. Setiap hari kambing-kambing itu dia gembalakan di TPA Randegan. Dari pukul 07.00 sampai 13.00. "Saya takut hilang lagi, makanya selalu saya giring pulang," tuturnya. Sampai pukul 15.00 kemarin, Said masih terus mencari. "Jangan sampai hilang lagi," ujarnya seraya mengatakan akan mencari kambingnya sampai ketemu. Memang bisa mengenali semua kambingnya? "Bisa, seperti anak sendiri," katanya.

Maklum, bukan hanya Said yang menggembalikan kambing di TPA Randegan. Mayoritas warga kampung Randegan Kelurahan Kedundung menggantungkan hidupnya dari TPA. Baik dengan menjadi pemulung maupun menggembala kambing seperti Said. "Jumlah kambing seluruhnya mencapai 600 lebih," papar Said.

Semua kambing tersebut murni hidup dari sisa sayur dan buah di TPA. Jadi, pemilik tidak perlu lagi mencari atau membeli rumput. Kambing-kambing dibiarkan berkeliaran di TPA. Makan, kawin dan beranak. "Kambing saya tadi melahirkan dua. Sekarang yang sedang hamil 12. Yang kecil-kecil ada 15 ekor," kata suami Tarlin ini.

Said mengaku saat ini hanya menggantungkan hidupnya dari mengembala kambing. Padahal dulunya, Said juga nyambi jadi tukang kayu. "Sudah tua, gak laku, tidak ada yang manggil," ucapnya. Bapak tiga anak ini mengaku mengembalakan kambing sejak 15 tahun lalu.

Semua biaya pendidikan anaknya berasal dari penjualan kambing yang ia kembalakan. "Saat anak saya kuliah di Jogya tiap bulan saya jual dua kambing," tuturnya seraya mengatakan mulanya ia hanya memiliki dua ekor kambing. "Demikian pula saat beli motor baru tunai kemarin," tambahnya.

Putra pertama Said sudah lulus kuliah. Anak kedua masih di SMK. Sementara anak terakhirnya baru SMP.

Sumber     :     Radar Mojokerto