Dewan Minta Swastanisasi
  • Post by Kota on 06 August 2007
blog-image


Untuk Atasi Kerugian PDAM Kota Mojokerto
Kalangan DPRD Kota Mojokerto gerah dengan kinerja PDAM Maja Tirta yang setiap tahun terus merugi. Karena itu, dewan mendesak agar Pemkot Mojokerto segera melakukan swastanisasi terhadap salah satu perusahaan daerah miliknya itu.

"Bagaimanapun caranya yang terpenting PDAM jangan sampai merugi. Bahkan kalau perlu diswastakan," ucap Ketua DPRD Kota Mojokerto, Noer Cholis dengan nada tinggi. Menurutnya, swastanisasi harus diambil jika memang menjadi satu-satunya pilihan agar PDAM tidak merugi. Apalagi, saat ini sudah ada beberapa daerah yang menerapkannya. "Kota harus menyuntik dana terus jika tak segera diambil langkah swastanisasi," kilahnya.

Bukan saja pasokan dana segar yang harus disediakan. Kini Pemkot dalam posisi dilematis menghadapi hutang jangka panjang puluhan miliar rupiah akibat pembangunan instalasi air minum program P3KT East Java Bali-Urban Development Project tahun 1993 dan 1996. Dari pinjaman pokok proyek itu sebesar Rp 8,9 miliar kini membengkak hingga puluhan miliar. "Sementara harus terus menyuntik dana segar ratusan juta rupiah, Pemkot punya kewajiban menyelesaikan hutang miliaran rupiah akibat proyek itu,"kata Noer Cholis.

Lebih jauh anggota dewan dua periode tersebut mengatakan, sebenarnya pembangunan instalasi itu awalnya untuk mendongkrak pendapatan PDAM. Karena kapasitas produksi terpasang untuk 15.000 pelanggan, ongkos produksi pun senilai kapasitas itu. Tapi sampai sekarang yang mampu dijaring hanya 5.000 pelanggan. "Alih-alih untung, impas saja sekali pun tak pernah terjadi dalam sejarah PDAM Maja Tirta," papar Noer Cholis.

Ditandaskan, swastanisasi PDAM merupakan langkah yang paling tepat daripada terus menjadi beban daerah. "Meski berat, tapi swastanisasi PDAM merupakan hal yang paling logis yang bisa dilakukan Pemkot," kata Noer Cholis.

Senada juga dikatakan anggota Komisi I (Hukum dan Pemerintahan) Paulus Swasono Kukuh yang meminta langkah restrukturisasi dilakukan secepatnya. "Mengelola air saja merugi, apalagi mengelola perusahaan yang lain," kritiknya.

Selama ini, PDAM dinilai terlalu membebani anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). "Setiap tahun APBD harus mengeluarkan Rp 150 juta untuk menutup kerugian PDAM. Padahal seharusnya dana itu dialokasikan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat," kata Paulus.

Selain itu, dia juga menilai bahwa pengelolaan PDAM saat ini tidak profesional. "Kebocoranya saja mencapai 48 persen per bulan. Pipa banyak yang mengalami korosi. Meteran banyak yang rusak. Tunggakan pembayaran juga sangat tinggi," ungkapnya.

Makanya, dia mendesak agar Pemkot Mojokerto segera melakukan restrukturisasi. "Restrukturisasi memang harus segera dilakukan," tandasnya.

Bagaimana caranya? "Selama ini motivasi pengelola sepertinya kurang. Mungkin karena PNS yang memang kerja dan penggajiannya tidak by target. Tidak ada penghargaan lebih bagi yang berprestasi. Juga tidak ada hukuman bagi yang kinerjanya kurang. Makanya pihak pengelola harus diambilkan dari kalangan profesional. Mereka kita sewa dan kerja dengan target yang telah kita tentukan," paparnya.

Untuk diketahui, persoalan yang melilit PDAM kian tahun kian ruwet. Kendati pun tiap tahun perusahaan penyedia air bersih ini selalu disuntik dana APBD, namun soal kecilnya pelanggan, tarif hingga kewajiban membayar hutang jangka panjang hingga kini tak terselesaikan. Diluar hutang dari pinjaman luar negeri untuk pembangunan instalasi dari P3KT East Java Bali-Urban Development Project saja, kerugian perusahaan ini setiap bulannya berkisar Rp 186, 7 juta.

(Sumber       :       Radar Mojokerto)