Upaya Karyawan Kopegtel Kandas
  • Post by kota on 27 July 2007
blog-image


Hearing Tuntutan Penghapusan Outsourcing
DPRD Kota Mojokerto menggelar dengar pendapat (hearing) antara PUK SPSI Kopegtel Mojokerto dengan PT Telkom Divre V Jawa Timur. Dengar pendapat ini dihelat karena desakan karyawan Kopegtel Mojokerto yang meminta statusnya tidak sebatas sebagai outsourcing, melainkan diakui sebagai karyawan PT Telkom.

Tuntutan itu ternyata dimentahkan oleh pihak Telkom. Alasannya, desakan penghapusan outsourcing dan pengangkatan status pegawai tersebut dinilai salah alamat. Karena status hubungan kerja mereka bukan dengan PT Telkom Tbk Indonesia, melainkan dengan Kopegtel Mojokerto selaku outsourcer (mitra kerja, Red).

Hal itu ditegaskan Manajer HRD Divisi Regional V Jatim Darwadji yang membenarkan bahwa tahun ini PT Telkom memberlakukan sistem outsourcing kepada sejumlah pegawainya. Tidak hanya di Kancatel Mojokerto, melainkan di seluruh Kancatel se-Indonesia.

Selain pertimbangan efisiensi, sistem ini dilakukan untuk menyelamatkan perusahaan. Alasannya, jumlah pegawai PT Telkom terlalu gemuk. PT Telkom terus melakukan perampingan. Dari karyawan yang berjumlah 40.000, saat ini sudah tersisa 25.000. Diprediksi hingga tahun 2010 jumlahnya hanya sekitar 15.000 pegawai. "Hampir setiap tahun PT Telkom mengurangi pegawai sebanyak 6 persen. Di antaranya dengan menawarkan pensiun dini dan menerapkan sistem outsourcing. Utamanya terjadi pada bagian jaringan. Sebab, dengan perkembangan dunia telekomunikasi dari jaringan kabel menuju mobiling phone, membuat bagian jaringan tersebut sedikit tak terfungsikan," paparnya pada hearing kemarin.

Pilihan outsourcing bagi karyawan Kopegtel Mojokerto, lanjut Darwadji, sebagai solusi yang tepat untuk eksistensi PT Telkom. Karena sejak awal mereka tidak direkrut sebagai karyawan tetap, melainkan kontrak. "Kami juga tidak serampangan dalam menerapkan sistem outsourcing. Kami tetap mengawasi mereka tentang pelindungan tenaga kerja, terutama soal hak mereka. Misalnya gaji dan jaminan kesehatan," tambahnya.

Sementara itu, Warsini dari pihak Disnaker Kota Mojokerto mengatakan, program outsourcing ini merupakan program nasional PT Telkom. Apalagi pemberlakuannya dilindungi dengan UU Ketenagakerjaan, yaitu Pasal 64 tentang Outsourcing. "Jadi, tidak ada alasan untuk menolak. Kalau ingin menolak, sama artinya dengan menolak UU yang mengatur sistem outsourcing tersebut," jelasnya dalam hearing kemarin.

Hal senada juga dikatakan Sekretaris Komisi III (Kesra) Ivan Syahrudi yang menyarankan agar karyawan Kopegtel Mojokerto menyelesaikan persoalan tersebut secara dingin. "Jangan mengambil pasal dari UU sepotong- sepotong saja. Sebab, pasti ada korelasi dengan pasal lainnya. Selain itu, tolong lebih berpikir dingin dalam menanggapi persoalan ini. Sehingga, hasil yang didapatkan tidak merugikan," ungkapnya.

Sekretaris PUK SPSI Bambang Tri Anggoro mengaku tidak puas dengan hearing yang dilakukan di gedung DPRD kemarin. Karena itu, pihaknya akan tetap melanjutkan proses hukumnya ke PPHI. "Kami akan melakukan mediasi dengan Disnaker dan Kopegtel. Selanjutnya, kami akan tetap mempersoalkannya di PPHI," ujar dia.

Sumber        :       Radar Mojokerto