blog-image

 
Omzet Stagnan, Penerbit Jemput Bola di Sekolah
Beberapa pedagang buku pelajaran di Jl Niaga Kota Mojokerto mengaku omzetnya tak banyak berubah, meskipun hari pertama tahun ajaran baru sekolah telah masuk. Mereka berharap, di hari-hari awal tahun ajaran baru ini omzetnya meningkat.
Suasana di Jl Niaga Kota Mojokerto yang dikenal sebagai salah satu tempat para pedagang buku emperan berjualan, tak berbeda jauh dibandingkan hari-hari sebelumnya. Namun, siang kemarin terlihat beberapa pembeli dari kalangan umum yang mendatangi para penjual buku itu.

Sri Lestari, 34, misalnya, warga Magersari, Kota Mojokerto kemarin membeli buku-buku agama tanpa ada seseorang yang menemani. Dia mengatakan, untuk membeli buku pelajaran biasanya dia mengajak putrinya Indah, yang kini duduk di kelas II SMA. Namun, karena sering terjadi pergantian kurikulum, saat ini dia memilih menunggu keputusan sekolah.

"Untuk mendapatkan buku pelajaran sekolah, membeli di sini (Jl Niaga, Red) harganya lebih miring dibandingkan harga asli di sekolah. Tapi, setelah sering terjadi pergantian kurikulum, ya lebih baik menunggu kurikulum yang ditentukan," katanya.

Hal yang sama juga diungkapkan Hidayat, 26, penggemar majalah bekas, warga Sinoman, Kecamatan Prajurit Kulon, Kota Mojokerto. Hidayat menuturkan, dalam tiga tahun terakhir ini dia jarang melihat pelajar sekolah mulai SD, SMP dan SMA membeli buku pelajaran yang dijual pedagang emperan, karena kurikulum setiap ajaran baru sering gonta-ganti.
"Jika kurikulumnya ditetapkan, mungkin pendapatan penjual buku bisa meningkat. Tapi, jika kurikulum sekolahnya tidak tetap, pembeli dari pelajar ya hampir tidak ada," ujar Hidayat. Untuk menopang penghasilan karena sepinya pembeli dari pelajar, salah satu penjual buku, Hasanah, dari tujuh penjual buku di Jl Niaga itu mengungkapkan, pembeli buku-buku pelajaran sekolah berbeda dengan buku umum atau majalah yang laris manis terjual. Menurutnya, liburan tahun ini berbeda dibandingkan liburan tahun sebelumnya. Pembeli yang datang padanya mayoritas dari umum, bukan dari pelajar.

"Liburan kali ini pembelinya rata-rata mencari buku-buku umum dan majalah," ujarnya. Sepinya pembeli dari pelajar, menurutnya, karena kurikulum sekolah yang diberlakukan Departemen Pendidikan Nasional sering berubah-ubah. Selain itu, sekarang banyak sekolah yang bekerja sama dengan penerbit tertentu untuk pengadaan buku pegangan siswa.

Kondisi inilah yang menyebabkan para pelajar enggan membeli buku pelajaran. Karena takut terjadi perubahan setelah masuk sekolah yang baru. Akibatnya, omzet yang didapatnya menurun 35 persen dibandingkan sebelumnya. Sebelumnya per hari dia mendapat omzet Rp 300 ribu. Namun, sekarang hanya Rp 200 ribu per hari. Agar buku pelajaran sekolah yang dijualnya laku, Hasanah yang sudah 25 tahun menjual buku itu nekat mendatangi Kantor Dinas Pendidikan Kota Mojokerto hingga beberapa kali, untuk menawarkan kerja sama dalam bentuk penjualan buku pelajaran.

"Biasanya kami minta 20 persen dari jatah penjualan. Jika semua buku penjualannya dikoordinir sekolah masing-masing, kami pasti tidak dapat apa-apa," ujar ibu satu anak itu.

Kini, dia bersama tujuh penjual lainnya berharap dalam ajaran baru kali ini tidak terjadi perubahan kurikulum dari SD, SMP dan SMA. Supaya buku-buku pelajaran sekolah yang dijualnya laris manis dan membawa berkah bagi mereka. Sumber        :       Radar Mojokerto