blog-image


Dinilai Kacaukan Fungsi Taman Rekreasi
Pengalihan area niaga PKL alun-alun ke jalur hijau, mendapat reaksi dari kalangan DPRD Kota Mojokerto. Contohnya Komisi III (Kesra), yang menilai bahwa kebijakan baru dari Pemkot Mojokerto yang memperbolehkan PKL tetap berjualan di kawasan hijau, justru mengacaukan fungsi alun-alun sebagai taman rekreasi keluarga. Karena saat ini, justru PKL semakin memadati kawasan tersebut.

"Rencana untuk menjadikan alun-alun sebagai taman rekreasi menjadi hilang, dengan adanya kesepakatan baru antara satpol PP dan paguyuban PKL kian menambah ruwet kawasan tersebut," ujar Sekretaris Komisi III Ivan Syahrudi. Dia tidak menolak ada PKL yang berjualan di lokasi tersebut, namun fungsi taman rekreasi harus tetap ada. "Saat ini justru yang terlihat di alun-alun hanya PKL, sementara taman rekreasi malah tidak ada," tambahnya. Apalagi dalam kesepakatan tersebut, pemkot tidak melihat dewan sama sekali. Ivan menilai, dengan kondisi yang ada saat ini, satpol PP dianggap gagal mengawal Perda No 5 Tahun 2005 tentang Penataan dan Pembinaan PKL.

Untuk diketahui, bahwa sterilisasi Alun-Alun Kota Mojokerto dari PKL akhirnya terjadi pada April 2007 lalu. Penundaan dalam batas waktu yang tak ditentukan itu dilakukan menyusul kesepakatan baru antara Satpol PP Kota Mojokerto dengan Himpunan Pedagang Alun-Alun Mojokerto (Hipam) yang memperbolehkan beberapa titik di alun-alun ditempati PKL sebagai lokasi berdagang.

Salah satu pertimbangan penundaan itu tak lain adalah, kesulitan yang dialami satpol PP untuk merelokasi jumlah PKL yang melebihi kapasitas area baru. Tercatat sekitar 300 PKL yang ada di jantung Kota Mojokerto itu, sementara area baru hanya menampung sekitar 180 PKL.

Menurutnya, salah satu hal penting dalam kesepakatan itu adalah, diperbolehkannya PKL menempati titik-titik tertentu di Alun-Alun Kota Mojokerto sebagai tempat berdagang. Yaitu lokasi atau lahan yang berupa rerumputan. Sementara area yang berpaving dan beraspal serta bertrotoar, dilarang ditempati para PKL untuk mengais rezeki. Aturan baru tersebut mulai dilaksanakan per 9 April lalu.

Menyikapi hal ini, Kepala Satpol PP Kota Mojokerto Happy Dwi mengungkapkan bahwa diperbolehkannya PKL tetap berjualan di alun-alun itu dilakukan dengan beberapa pertimbangan. "Kami melihat, PKL saat ini justru tidak semrawut dan tertata, apalagi dalam kesepakatan itu sudah ada garis-garis yang harus dipatuhi," paparnya.

Apalagi kesepakatan itu karena memang lahan untuk PKL masih belum mencukupi. "Dalam hal ini fungsi alun-alun sebagai taman rekreasi masih tetap ada, PKL ini kan hanya bersifat sementara sembari menunggu lahan baru," jelasnya.

Saat ini, satpol PP masih melakukan pemetaan lokasi yang memungkinkan penampungan PKL sesuai dengan kapasitasnya. "Kami masih melakukan pemetaan ulang, jika semua sudah dilaksanakan, maka pengosongan akan secepatnya dilakukan," tambahnya.

Dijelaskannya, selama PKL melakukan aktivitasnya di alun-alun, pihak satpol PP akan terus melakukan pemantauan. "Kan sudah ada kesepakatan, jika mereka melanggar, tentu akan dikenai sanksi sesuai Perda No 15 Tahun 2003 tentang Ketertiban Umum dan Perda No 5/2005 tentang Penataan dan Pembinaan PKL," tambah Happy.

Pemkot Mojokerto merencanakan relokasi seluruh PKL yang selama ini berniaga di area dalam alun-alun ke area luar sekeliling alun-alun. Terkait hal itu, sudah dibentuk Tim Penataan PKL dari unsur Disperindag, satpol PP dan DKP. Ganjalannya, saat ini terdapat sekitar 300 PKL yang berakivitas di dalam area alun-alun. Sementara luas lahan yang disiapkan hanya menampung sekitar 180 PKL. Masing-masing menempati lahan 2 meter x 2 meter.

Sumber      :      Radar Mojokerto