Perlu Perda Khusus
  • Post by kota on 15 May 2007
blog-image


Untuk Sikapi Permenhut No 55/2006
Upaya budidaya pohon jati di Kota Mojokerto, berpotensi terganjal. Alasannya, Pemkot Mojokerto dinilai kurang tanggap menyikapi turunnya Permenhut No 55 Tahun 2006 tentang Tata Cara dan Distribusi Aturan Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH).

Padahal, berdasarkan aturan tersebut, pohon jati termasuk salah satu komoditi hutan, sehingga memerlukan izin dari pejabat berwenang untuk proses penebangan dan pemanenannya. "Di Kota Mojokerto akan mengalami kesulitan itu, karena belum ada perangkat, di antaranya tidak ada Dinas Kehutanan atau perda yang menerjemahkan aturan tersebut," kata Syaiful Arsyad, anggota panitia legislatif (panleg) menyikapi Permenhut No 55 Tahun 2006.

Dia mengungkapkan, jika aturan tersebut tidak disikapi, dapat mengganjal langkah pemkot untuk membudidayakan komoditi hutan, misalnya jati dan sebagainya di Kota Mojokerto. Sebab, dalam peraturan itu disebutkan, untuk menebang dan memanen pohon komoditas hutan selain pohon kelapa, harus terlebih dahulu mengantongi izin dari pejabat yang berwenang.

Padahal, katanya, sejumlah warga dan Dinas Pertanian saat ini sedang berusaha untuk membudidayakan pohon jati. "Jadi, intinya harus ada solusi agar budidaya jati atau pohon sejenis bisa direalisasikan di Kota Mojokerto," jelas Syaiful Arsyad. Apalagi persoalan jati ini sempat menjadi problem, karena pernah terjadi peristiwa bahwa Polresta Mojokerto mempermasalahkan izin distribusi pohon jati hasil panen warga kota untuk dijual ke luar Kota Mojokerto. "Padahal, waktu itu, orang tersebut telah mengatongi izin dari kelurahan setempat, namun hal itu menurut pihak berwajib masih belum cukup," ungkapnya.

Hal senada juga dikatakan Sekretaris Komisi III (Kesra) Ivan Syahrudi yang mengemukakan, jika peraturan tersebut tidak dicarikan solusi, maka hal itu akan mematikan langkah untuk membudidayakan pohon jati atau pohon hutan di Kota Mojokerto. "Untuk memanen, harus terlebih dahulu mengantongi izin dari pihak yang berwenang, logikanya harus ada Dinas Kehutanan, sementara di Kota Mojokerto tidak memiliki dinas tersebut. Sehingga, untuk meminta perizinannya harus ke mana?" tanyanya.

Ada beberapa solusi yang perlu dilakukan pemkot, yaitu merombak sektor di Dinas Pertanian menjadi bidang. Dengan menyertakan bidang-bidang perkebunan dan kehutanan untuk meng-cover permasalahan tersebut. Untuk bidang perkebunan dan kehutanan nantinya diupayakan memiliki legalitas untuk mengeluarkan izin penebangan pohon komoditas hutan yang ada di wilayah kota.

Sedangkan solusi lainnya adalah dengan mengeluarkan perda baru yang mengatur masalah legalitas penanaman, penebangan pengangkutan dan penguasaan pohon komoditas hutan di wilayah Kota Mojokerto sendiri.

Secara terpisah, Plt Kepala Dinas Pertanian Kun Mariyatin kepada wartawan mengungkapkan, memang persoalan Permenhut No 55 Tahun 2006 ini menjadi problem tersendiri, khususnya menyangkut perizinan penebangan komoditas hasil hutan.

"Masalah ini juga pernah kita wacanakan ke dewan, untuk bersama-sama dicarikan jalan tengahnya, agar para petani jati ini nantinya tidak dirugikan," kata Kun Mariyatin. Pihaknya juga sudah mengusulkan dua opsi, yaitu menambah bidang kehutanan dan perkebunan untuk perangkat perizinan. Selain itu, perlu diusulkan pembuatan perda yang mengatur budidaya dan komoditas hasil hutan di Kota Mojokerto.

Dinas Pertanian akan berupaya melakukan koordinasi dan negosiasi dengan pihak polresta setempat. Sehingga, terkait penebangan dan lalu lintas pendistribusian jati untuk warga Kota Mojokerto diberikan kelonggaran, sampai nanti dibuatkannya perda baru yang mengatur legalitas tersebut. "Kami akan berupaya untuk berkoordinasi, sekaligus melakukan negosiasi dengan pihak Polresta Mojokerto untuk memberikan kelonggaran sementara terhadap penerapan Permenhut tersebut bagi warga kota yang membudidayakan pohon komoditas hutan khususnya pohon jati," jelas Kun Mariyatin.

Sumber         :    Radar Mojokerto