blog-image


Mulai Cetakan Kue, Kursi, hingga Spare Part
Keberadaan industri kerajinan cor aluminiun di Kelurahan Pulorejo, Kecamatan Prajurit Kulon, Kota Mojokerto, sudah lama dikenal. Berbagai produk dihasilkan oleh perajin yang masuk dalam kategori home industry ini. Awalnya hanya membuat cetakan kue, tapi kini produknya bervariasi.

KERAJINAN cor aluminium bagi warga Pulorejo sudah teramat akrab. Mengingat keberadaannya yang tak pernah surut, meskipun sempat terkena imbas terpuruknya kondisi perekonomian. Eksistensi cor aluminium tersebut tak lain disebabnya karena warganya telah menggeluti kerajinan berbahan baku aluminium ini secara turun-temurun.

Dengan kreativitas tangan-tangan terampil, batangan-batangan aluminium itu diolah sampai menjadi produk sesuai dengan keinginan mereka. Cetakan apem, biasa orang-orang menyebut produk yang dihasilkan. Sebenarnya, tak hanya itu, namun lebih luas dari sekadar cetakan kue.

Untuk sampai dan menemukan lokasi yang menjadi pusat kerajinan tersebut, tidaklah sulit. Siapa saja, meskipun mereka yang berasal dari luar kota, hanya tinggal berjalan lurus menyusuri Jl Brawijaya. Ketika penglihatan sudah menghampiri sebuah jembatan, berarti lokasi sudah dekat. Tinggal menyeberangi jembatan, sudah langsung disuguhi papan nama berukuran besar yang menunjukkan masuk lokasi pusat kerajinan cor aluminium.

Kerajinan yang membutuhkan ketelatenan dalam pengerjaannya itu merupakan satu dari sejumlah produk kerajinan di Kota Mojokerto yang diplot sebagai produk unggulan kota dengan dua kecamatan tersebut. Selain itu, memang terdapat kerajinan sepatu dan batik.

Namun, dalam perkembangannya, produk yang merupakan hasil pengolahan dari bahan aluminium batangan tersebut mulai menampakkan varian yang banyak. Tak hanya cetakan kue. Harles Yonatan misalnya, perajin di tempat itu berusaha mengembangkan pemikirannya untuk mencoba menghasilkan sesuatu yang berbeda dari bahan aluminium. Meskipun di satu sisi dirinya tetap tidak akan meninggalkan produk cetakan kue.

Memang tak lama. Hanya sekitar dua bulan terakhir ini, dia bersama saudaranya memulai terobosan tersebut. Selama melakukan uji coba, bemacam-macam peralatan berhasil diproduksinya. Di antaranya kursi dan perlengkapan sepeda motor, salah satunya handle. "Untuk produk yang ini, memang berbeda dengan cetakan kue. Kita memang selalu memproduksi cetakan kue. Sedangkan kursi atau kelengkapan kendaraan lainnya selama ini masih menunggu pesanan," jelasnya di tengah kesibukannya yang saat ini sedang berusaha menyelesaikan pesanan kursi dan handle rem motor. Tidak tertutup kemungkinan kita juga melayani pembuatan spare part kendaraan atau ornamen-ornamen lampu. "Semua bahannya dari batangan aluminium. Ternyata, setelah beberapa kali mencoba, hasilnya terbilang bagus dan halus," ungkap dia.

Memang, jelas Harles Yonatan, cara pembuatan kerajinannya terbilang lain dengan perajin yang lain. Contohnya dalam pembuatan cetakan kue, kebanyakan perajin menggunakan cetakan yang berasal dari besi. Namun, dia malah menggunakan tanah yang didatangkan khusus dari Pati (Jawa Tengah). Memang ada perbedaan. Tanah tersebut lebih lembut dan harus. "Menggunakan cetakan tanah memang membutuhkan kerja dua kali. Karena sebelum menuangkan batangan aluminium yang sudah dicairkan ke cetakan, terlebih dulu membentuk cetakannya dengan matras yang telah disiapkan. Bahkan, matras itu juga kami buat sendiri, karena kami sesuaikan dengan model," paparnya.

Rata-rata, menurutnya, omzet dari cetakan kue per bulan sudah mencapai Rp 50 juta. Pemasarannya sangat sederhana, dikelilingkan sendiri ke pasar-pasar dan melayani pesanan. Bahkan, produk masyarakat Pulorejo ini sudah merambah ke luar Jawa. Kini, tinggal pemerintah yang harus mampu memberikan sentuhan tangannya bagi kelangsungan perajin tersebut. "Permasalahan yang selama ini dihadapi perajin adalah, soal pemasaran dan melangitnya harga bahan," ungkap dia. Karena itu, lanjutnya, sangat dibutuhkan adanya bantuan dari pemerintah, tak terkecuali pinjaman modal dan pembinaan. "Selama ini kami mendapatkan aluminium batangan dari Sumobito, Jombang. Beberapa bulan ini memang harganya naik dari Rp 14 ribu per kilogram menjadi Rp 18 ribu per kilogram. Padahal, dalam sehari produk yang dihasilkan bisa mencapai 200 biji cetakan, bergantung kowi, tempat mencetak," ungkapnya. Sementara hasil produk berupa cetakan kue dipasarkan dengan harga yang terbilang tidak mahal. "Termurah Rp 15 ribu sampai Rp 40 ribu per biji," katanya. Kini, meskipun sudah berusaha mengembangkan hasil produknya tersebut, dan perajin lainnya sudah lama eksis, namun keberadaan dan kelangsungan mereka tetap membutuhkan sentuhan tangan pemerintah. Terlebih setelah kerajinan tersebut menjadi produk unggulan kota ini. (*)

Oleh     :     ABI MUKHLISIN / Radar Mojokerto