Minta Wewenangnya Dikembalikan
  • Post by kota on 13 September 2006
blog-image


Kalangan Dewan soal PP No 06/2006
Walaupun belum resmi, namun internal kalangan DPRD Kota Mojokerto sudah menunjukkan sinyal satu suara mempertanyakan keberadaan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 06/2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Anggota dewan menilai, PP tersebut telah mengepras kewenangan dewan, sehingga keluarnya PP itu dikhawatirkan akan membuka peluang hilangnya sebagian besar aset milik Pemkot Mojokerto alias berpindah tangan.
Namun, sebelumnya mereka terlebih dulu tetap akan mengadakan rapat resmi, khusus membahas penyikapan terhadap aturan yang baru tersebut. Aturan itu dinilai dewan sebagai upaya memotong kewenangan dewan. Bahkan, terhadap hal itu, Noer Cholis, ketua DPRD Kota Mojokerto menganggap, dewan atau lembaga legislatif tak lebih hanya sebatas tukang stempel atau dok.
"Semuanya akan habis. PP itu jelas telah mengepras kewenangan dewan. Tak hanya menghabiskan kewenangan dewan, namun juga akan menghabiskan aset," katanya. Meskipun terhadap aset tertentu masih diberikan kewenangan. Tanah atau bangunan misalnya. Sesuai Pasal 46 ayat 3, bahwa yang tidak memerlukan persetujuan dewan di antaranya sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota dan diperuntukan bagi pegawai negeri.
Sejauh ini pihaknya secara resmi kelembagaan memang belum mengeluarkan penyikapan. Namun, diperkirakan bisa saja akan menempuh cara melayangkan surat ke yang bersangkutan mengeluarkan PP tersebut. "Secepatnya akan kami gelar rapat internal dan memutuskan penyikapan tersebut. Namun, yang jelas, dengan keluarnya PP ini, kewenangan dewan seolah sudah habis. Bagaimana tidak, untuk melakukan pemindahtanganan aset, cukup dari pengelola aset meminta persetujuan wali kota," katanya.
Senada dengan itu, Riha Mustofa, wakil ketua DPRD Kota Mojokerto mengatakan, sekitar 75 persen aset yang dimiliki kota setelah keluarnya PP tersebut berpeluang bisa hilang. Bahkan, dirinya juga melihat adanya indikasi suasananya bakal dikembalikan seperti sebelumnya. "Sekarang ini saja pendataan aset belum semuanya tuntas, kok malah keluar aturan yang menurut saya justru malah membahayakan? Memang, kalau PP itu secara tegas telah mengepras kewenangan dewan, namun bagaimana jika dalam melakukan pemindatanganan aset dewan tidak ikut sama sekali, apa tidak malah habis?" katanya.
Pembacaan tersebut, menurut Riha, melihat dari karakter eksekutif kebanyakan. Pun sudah terbukti pada era sebelumnya, yang sampai sekarang dampaknya masih sangat dirasakan. "Apalagi jika tidak tentang keberadaan aset yang sekarang ini masih belum berhasil didata semuanya. Itu menunjukkan, aset yang dimiliki daerah tidak karu-karuan," katanya.
Sumber : Radar Mojokerto