ARTIKEL


Anak pun Rentan Stress
Kamis, 16 Oktober 2008
SIAPA bilang stres hanya milik orang dewasa? Anak-anak pun bisa mengalami stres dan tekanan psikologis lainnya. Bahkan, bila tak segera diatasi bisa berdampak munculnya keluhan fisik seperti sakit perut dan sakit kepala kronis. Demikian dilaporkan sebuah asosiasi profesional dokter anak Jerman yang berbasis di Munich.

"Sebetulnya jarang sekali faktor organik menjadi pemicu rasa sakit pada anak-anak dan remaja," kata Thomas Fendel, seorang dokter anak di Munich.

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa lebih dari seperempat anak-anak usia 12-13 tahun menderita sakit kepala, setidaknya sekali seminggu. Sedangkan sekitar 10%-25% anak-anak usia 4-16 tahun secara rutin mengalami sakit perut yang tidak terkait dengan penyakit lainnya.

Tim dokter menyarankan orangtua yang anaknya mengeluhkan sakit sebaiknya tidak memberinya obat penghilang rasa sakit (termasuk jenis-jenis obat yang tersedia di counter obat) tanpa mengonsultasikan terlebih dulu pada dokter. "Pengobatan yang salah dengan obat-obatan penghilang rasa sakit dapat memicu sakit kepala dan akhirnya masalah tak kunjung berakhir seperti lingkaran setan," kata Fandel.

Setiap anak yang menderita sakit memerlukan terapi yang bersifat individu. Pada sebagian kecil kasus, perubahan gaya hidup bisa menjadi solusi. Termasuk minum air putih dan sarapan yang cukup sebelum berangkat sekolah. Hal lain yang juga penting adalah beristirahat sejenak, tidur teratur serta membatasi waktu menonton televisi dan duduk di depan komputer.

Masih terkait tekanan psikologis, penelitian lainnya yang dilakukan di Puerto Rico melaporkan bahwa anakanak dan usia pra-remaja yang depresi rentan mencobacoba alkohol lebih dini. "Hanya sedikit orang yang mengetahui hubungan antara depresi dan penggunaan alkohol pada masa remaja," kata Dr Ping Wu dari Universitas Columbia, New York.

Wu dan koleganya menarik kesimpulan setelah melakukan studi kesehatan mental pada anak usia 10-13 tahun, selama jangka waktu empat tahun. Dari total 119 anak yang tidak pernah menggunakan alkohol saat awal studi, 110 di antaranya (atau sekitar 9,8%) dilaporkan mengonsumsi alkohol pada tahun sebelumnya dan diperkirakan berlanjut sekali lagi atau bahkan lebih.
Peneliti mengategorikan penggunaan alkohol yang dimaksud adalah meminum sekaleng bir, segelas minuman anggur, seteguk minuman keras atau campuran minuman. Selain itu si anak meminumnya sendiri, tidak sekadar mencicipi saja dari gelas minuman orang lain.

"Gejala depresi terkait dengan minum-minuman keras yang dilakukan sejak dini," kata Wu dan koleganya dalam jurnal medis ilmu kesehatan anak.
(sindo//tty) sumber - Okezone.com