ARTIKEL


100 Persen Brazil
Rabu, 26 Maret 2008

Jakarta:

Brasil tak cuma identik dengan sepak bola. Masyarakat di Negeri Samba ini pun rupanya inovatif pula di bidang teknologi informasi. Salah satunya adalah inisiatif Kota Serrana untuk melahirkan komputer murah buatan sendiri. Warga kota ini rupanya tak sabar menunggu keputusan pemerintah yang masih menimbang bujuk rayu Intel dan Yayasan One Laptop per Child.

Intel dan Yayasan One Laptop per Child bekerja sama melahirkan komputer murah untuk kepentingan pendidikan anak-anak di negara-negara berkembang. Namun, warga kota yang terletak sekitar tiga jam dari Kota Sao Paolo itu tak mau terlalu lama menunggu. Wali Kota Valerio Galante lantas menggagas proyek bernama Serrana Digital Desk Project. Dia menggandeng mitra lokal sebanyak mungkin.

Ia pun menunjuk Victor Mammana sebagai perancang komputer. Sosok ini pernah bekerja sama dengan Nicholas Negroponte, yang mengarsiteki program One Laptop per Child. Mammana juga sempat bekerja di Intel. Hasilnya, terciptalah komputer made in Serrana. Para siswa sekolah di kota itu segera menikmati kecanggihan komputer tersebut mulai akhir Maret ini.

Desain komputer buatan Serrana itu mirip komputer meja buatan Microsoft, Surface. Komputer yang dioperasikan dengan tangan ini berbentuk tablet dengan layar 15 inci dan menggunakan teknologi multipoint. Artinya, seperti layar iPhone, permukaan layar komputer ini dapat mendukung input lebih dari satu pena stylus dalam satu waktu. Ia menggunakan prosesor Intel Celeron, media penyimpanan solid state drive (tidak menggunakan hard disk drive), dan telah dilengkapi konektivitas nirkabel Wi-Fi.

Nantinya, komputer ini akan menyatu dengan meja belajar para siswa. Layarnya dapat diposisikan secara horizontal ataupun vertikal. Ia akan menjalankan salah satu versi dari sistem operasi Linux yang ada. Dengan sistem operasi itu, setiap kelas akan memiliki komputer server tersendiri untuk menyimpan seluruh data dari komputer-komputer siswa di kelas tersebut.

Guru akan diberikan otoritas dan akses untuk mengatur content dari semua komputer di kelas. Maka tak perlu lagi kapur dan papan tulis. Komputer guru sudah terkoneksi dengan seluruh komputer murid.

Dengan spesifikasi itu, tiap komputer hanya membutuhkan biaya produksi kurang dari US$ 30 atau sekitar Rp 273 ribu. Tapi, setelah diintegrasikan dengan meja sekolah, biaya tersebut membengkak sampai US$ 550 atau sekitar Rp 5 juta.

Berbeda dengan Classmate atau XO, komputer Serrana ini kalah: tidak portabel. "Tapi saya tidak yakin seberapa penting unsur mobilitas bagi anak usia 8-12 tahun. Saya pikir mereka tak akan melakukan sesuatu seperti orang dewasa, misalnya mengecek surat elektronik sambil pergi ke bandara, dan seterusnya," ujar Mammana.

Lagi pula, bila komputer tetap ada di kelas, risiko penyalahgunaan untuk pornografi dan pencurian bisa dihindari.

Untuk tahap pertama, baru sekitar 200 unit komputer yang akan disebarkan ke sekolah-sekolah di Serrana. Wali Kota Galante menginginkan nantinya komputer itu bisa dirasakan oleh sekitar 7.000 siswa sekolah mereka.

Bagaimana dengan Indonesia? Hmm.. Tanyakan saja pada rumput yang bergoyang.

Sumber : TEMPO Interaktif