ARTIKEL


Evolusi dari Liur
Jumat, 28 September 2007

Dibandingkan dengan simpanse, manusia memiliki lebih banyak salinan gen untuk membuat kelenjar ludah penghasil amilase, enzim yang menghancurkan tepung menjadi gula yang bisa dicernakan. Kelompok penggemar karbohidrat membawa lebih banyak salinan gen daripada penganut diet rendah karbohidrat.

Studi teranyar yang dipublikasikan dalam jurnal Nature Genetics itu menyatakan orang telah beradaptasi dengan lingkungan setempat. "Makanan tinggi karbohidrat dan diet tinggi zat tepung telah menjadi kekuatan evolusioner penting bagi manusia," kata George Perry, antropologis di Arizona State University di Tempe, Amerika Serikat.

Perubahan itu telah mendukung pertumbuhan dalam otak hominin, yang terjadi sekitar dua juta tahun lampau, kata Nate Dominy, antropologis di University of California di Santa Cruz yang terlibat dalam studi itu. Dia berpendapat bahwa sayur umbi-umbian membantu manusia berotak besar untuk berkembang. "Pola makan kita berubah untuk memberi makan otak," kata Dominy.

Zat tepung adalah sumber pangan penting bagi manusia modern. Namun, tanpa amilase dalam saliva, manusia tak bisa memanfaatkan karbohidrat kompleks itu. Enzim lain di tubuh kita tak ada yang bisa mengurai senyawa itu sebaik amilase.

Perbandingan genom manusia dan simpanse memberikan petunjuk bahwa multiplikasi gen penghancur zat tepung ini pada manusia muncul pada ratusan ribu tahun lalu, bahkan lebih. Dominy mempertimbangkan kemungkinan perubahan ini melontarkan nenek moyang manusia ke tingkat lebih tinggi dengan memicu evolusi otak besar lebih dari dua juta tahun lampau. Salinan baru gen itu mungkin muncul bersamaan dengan meningkatnya pertanian pada 150 ribu tahun lalu.

Sumber : TEMPO Interaktif