ARTIKEL


Menggali Secuil Kisah Kota Tua
Rabu, 29 Agustus 2007

Jakarta: Saluran air--pipa pralon maupun besi--silang-menyilang di permukaan sebuah lubang persegi. Di bawahnya ada setumpuk bongkahan batu karang berwarna terang, tapi ternoda tanah berwarna gelap.

Lubang di kompleks Museum Bank Indonesia di kawasan Kota, Jakarta, itu adalah satu dari beberapa kotak ekskavasi yang digali arkeolog Profesor Mundardjito dari Universitas Indonesia dan timnya.

"Saya ingin membuktikan catatan sejarah bahwa Batavia pernah dikelilingi benteng," katanya kepada Tempo di rumahnya di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur, Selasa lalu.

Penggalian yang berlangsung pada pekan terakhir Juli itu menemukan reruntuhan bastion Hollandia, salah satu bastion di benteng kota tua Batavia atau Oud Batavia. Reruntuhan fondasi itu adalah susunan bongkahan batu karang tadi.

Penggalian yang didanai oleh Bank Indonesia itu, menurut Mundardjito, terbilang sulit. Pasalnya, pihaknya harus melakukan penelitian di kawasan perkotaan yang padat bangunan.

Untuk menentukan lokasi penggalian, Mundardjito harus mencari metode tersendiri lantaran alat pendeteksi struktur di bawah tanah tak terlalu berguna di sana. Terlalu banyak struktur bangunan di bawah tanah.

Lokasi penggalian lalu ditentukan dengan metode superimpose atau overlay peta-peta kuno kota sejak 1628 hingga foto udara dari pencitraan satelit 2007. Mundardjito menyebutnya dengan istilah "penampalan".

Dengan bantuan peranti lunak komputer, sebanyak 11 peta di-overlay satu sama lain sampai ditemukan lokasi benteng menurut peta masa kini. Ternyata salah satu bastion benteng itu--bastion Hollandia, satu dari 27 bastion dan kubu di tembok kota--berada di barat daya Museum Bank Indonesia.

Tepatnya berada di halaman sebuah bekas poliklinik yang telah dilapisi cone block. Tempat ini berbatasan dengan sebuah masjid dan gudang.

Cone block pun disingkirkan dan tanah digali. Tapi penggalian pada beberapa kotak yang panjang totalnya 13,5 meter dan lebar 2 meter itu terbentur kesulitan lain. "Ada banyak gangguan berupa struktur baru, lapisan aspal, pipa-pipa yang silang-menyilang, serta akar-akar pohon," kata Mundardjito.

Kesulitan itu terbayar setelah pada kedalaman 40 sentimeter para arkeolog tersebut menemukan struktur-struktur kuno. Diawali sebuah susunan batu bata, yang diperkirakan sisa bangunan yang dibangun setelah bastion diruntuhkan oleh Gubernur Jenderal Daendels pada abad ke-19.

Di bawah tumpukan bata tujuh tingkat itu, lantas ditemukan susunan bongkahan batu karang berbagai ukuran yang direkatkan satu sama lain. Inilah bagian fondasi bastion yang berlanjut hingga kedalaman 150 sentimeter.

Berdasarkan ilustrasi pada buku Oud Batavia karangan F. de Haan, seorang ilmuwan Belanda, yang diterbitkan pada 1935, tampak bahwa benteng Batavia berdiri setinggi 3,75 meter. Bastion Hollandia berada di sudut barat daya benteng.

Sebagaimana fungsinya sebagai tempat pengamatan dan pertahanan, bastion ini dibangun menjorok keluar dari tembok dan dilengkapi dengan beberapa meriam. Di atasnya ada sejumlah bangunan.

Adapun benteng kota memiliki gang yang disebut walgang. Di gang ini, berdasarkan foto di buku itu, orang-orang bisa berdiri atau berjalan.

Sisa tembok ini sebetulnya masih bisa disaksikan di gedung Museum Bahari sekarang. "Dulu museum itu adalah gudang bernama Pakhuizen, tempat penyimpanan rempah-rempah," kata Mundardjito.

Selain struktur fondasi, tim peneliti juga menemukan banyak artefak yang sudah tak utuh atau berupa fragmen. Salah satu artefak yang menarik, kata Mundardjito, adalah pecahan piring berlabel.

Label di bagian permukaan piring keramik berwarna putih susu itu memperlihatkan perusahaan pemesannya, yakni Nederlandsche Hendel-Maatschappij (NHM) dengan angka tahun 1824.

Adapun perusahaan pembuat piring itu adalah Hutschenreuther Hohenberg, berasal dari Jerman. Cap perusahaan ini terdapat di bagian bawah piring. "Mereka ini adalah pembuat keramik yang terkenal sampai sekarang," kata Mundardjito.

Temuan lain adalah pecahan genting tanah liat bakar buatan perusahaan Cina, Tan Giok Tiauw, yang namanya dicetak di permukaan genting. Ada pula batu bata bercap Heatheryk.

Selain itu, tim peneliti juga menemukan pecahan pipa rokok, fragmen teko dan tempat tinta, pecahan jambangan, lampu, dan botol kaca, serta pecahan tegel warna-warni.

Artefak lainnya adalah gigi palsu berbahan keramik, sebuah gigi taring manusia, serta alat-alat besi berupa plat dan paku. Ditemukan pula baterai-baterai kering dari masa itu.

Penemuan ini, kata Mundardjito, menjadi bukti bahwa di bawah tanah kawasan Kota masih tersimpan potensi arkeologis dan bukti adanya kehidupan di Batavia pada masa lalu. Hal itu, kata dia, harus menjadi pertimbangan agar tak terulang seperti kasus penggalian di Stasiun Beos.

Sebuah perusahaan kontraktor membuat terowongan bawah tanah di dekat stasiun kereta api itu belum lama ini. Pada penggalian tersebut ditemukan banyak wadah keramik kuno, tapi tak ditangani secara arkeologis.

"Keramik-keramik itu memang dikumpulkan, tapi apa gunanya bila tak ada konteksnya lagi?" kata Mundardjito gemas. Menurut dia, konteks adalah kunci rahasia seorang arkeolog dalam menginterpretasi hasil penelitiannya.

Mundardjito berharap pemerintah menetapkan Oud Batavia sebagai sebuah situs besar sehingga, berdasarkan Undang-Undang Cagar Budaya, seluruh peninggalan yang terkait dengan situs tersebut harus dilindungi. "Siapa pun yang menggali atau menemukan, harus melaporkannya lalu ditangani arkeolog," kata dia.

Mundardjito juga mengusulkan agar hasil penggalian di halaman Museum Bank Indonesia itu dikonservasi lantas ditutupi dengan kaca. "Saya usulkan menjadi bagian dari koleksi luar ruangan (outdoor) museum," ujarnya seraya berharap diberikan izin melanjutkan penggalian untuk menemukan seluruh struktur fondasi bastion.

Budi Lim dari Yayasan Jakarta Old Town-Kotaku, yang menggelar proyek Revitalisasi Kota Tua di kawasan Museum Fatahillah, mengatakan penelitian semacam itu juga akan digelar di halaman museum. "Kami sudah membuka test pit (kotak gali percobaan) dan menemukan bekas rel trem," katanya kemarin.

Rencananya, kata Budi, hasil penggalian akan ditampilkan kepada masyarakat dengan ditutupi kaca transparan. Kotak itu akan menjadi salah satu daya tarik di kawasan taman museum, yang kini sedang dibenahi menjadi salah satu tujuan rekreasi budaya.

Sumber : TEMPO Interaktif