ARTIKEL


Cinta Lain dalam Perkawinan
Kamis, 07 September 2006

Munculnya Cinta Lain dalam Perkawinan

PENGARUH media yang bernama televisi memang luar biasa. Ketika pasangan Dewi Yull dan Ray Sahetapy yang sudah berumah tangga selama sekitar 23 tahun hendak bercerai dan kabar itu diwartakan secara bertubi-tubi lewat televisi, maka sebagian orang pun merasa perlu melihat kembali kehidupan perkawinan mereka.

ADAKAH mereka akan, tengah, atau sudah mengalami hal serupa Dewi dan Ray?

Sering kali orang tak merasa perlu meragukan kekuatan cinta antara suami-istri. Apalagi bila ikatan pernikahan mereka sudah berjalan berpuluh-puluh tahun, dan selama itu hubungan keduanya relatif tenang-tenang saja. Oleh karena itulah, ketika muncul cinta lain dalam kehidupan perkawinan tersebut, baik mereka yang terlibat maupun orang-orang di sekitarnya seakan tersentak kaget.

Meskipun sebenarnya soal hadirnya cinta lain dalam sebuah kehidupan perkawinan, entah itu disebut selingkuh atau pria/wanita idaman lain, bukanlah hal baru dalam sejarah kehidupan manusia. Bahkan sering kali tidak bisa dijelaskan mengapa cinta yang muncul belakangan itu justru lebih kuat dari ikatan cinta suami-istri, padahal secara fisik, misalnya, si suami/istri tak bisa dikatakan "kalah" dari pasangan resminya.

Seorang pria berusia 40-an teringat masa kecilnya di sebuah kota kecil di antara Solo dan Yogyakarta. Sekitar tahun 1960-an, tetangganya yang punya anak tiga mendadak ketambahan satu anak lagi. Saat itu dia berpikir bahwa anak itu adalah keponakan si empunya rumah yang mau ngenger. Baru belakangan dia tahu bahwa anak itu hasil hubungan cinta pria pemilik rumah dengan perempuan lain.

Entah karena pasangan itu bukan sosok populer seperti Dewi dan Ray, atau karena saat itu belum ada acara infotainmen di televisi, maka kisah itu tidak mengubah cara hidup dan pandangan orang-orang di sekitarnya. "Anak itu dipelihara sama si pria dengan istri resminya. Tidak ada keributan antara suami-istri yang aku ingat, apalagi kehebohan di lingkungannya. Hal itu kayaknya sesuatu yang biasa saja," katanya mengenang kejadian tersebut.

Kejadian tersebut mungkin biasa di mata anak kecil pada tahun 1960-an. Namun, lihatlah acara infotainmen di layar kaca, bukan hanya orang dewasa yang terlibat di dalamnya yang saling bertutur kata, namun anak-anak pun memberikan pendapatnya. Maka, sebagian pemirsa pun hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala dengan pikiran dan pandangan masing-masing.

DULU, anak-anak dari pasangan yang mendapati ada cinta lain dalam kehidupan perkawinan orangtuanya mungkin tidak berani atau tidak tahu bagaimana mengungkapkan apa yang mereka rasakan. Namun kini, setiap orang, entah itu dewasa maupun anak-anak, sudah tahu bagaimana harus bersikap.

Maka, yang muncul sebagai tontonan bukan hanya drama munculnya cinta lain dalam kehidupan suami-istri saja, tetapi juga untuk keluarnya. Ada anak yang merasa dibohongi oleh ayah/ibunya, tak rela kehilangan keberadaan ayah/ibunya, bahkan sampai mengungkapkan hal yang mungkin selama ini justru berusaha disembunyikan oleh ayah-ibunya.

Kalau munculnya cinta lain dalam perkawinan itu menimpa sosok populer, hampir bisa dipastikan bakal muncul terus-menerus di televisi, diliput dari segala sudut yang memungkinkan. Bila dulu tidak ada jawaban mengapa muncul "orang ketiga" dalam hubungan suami-istri, maka survei tahun 1993 yang pernah dilakukan Sukiat, psikolog klinis dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia bersama majalah Tiara, misalnya, berusaha mencari jawabannya.

Meski cinta memang soal rasa yang sulit dijelaskan hingga bisa diterima akal sehat, namun Sukiat mendapati pria dan wanita punya perbedaan alasan terhadap munculnya cinta lain dalam perkawinan mereka. Perempuan yang menemukan cinta lain itu merasa hidup pernikahannya didera rasa kesepian. Dia tidak mendapatkan cukup kehangatan dari suaminya, hingga suatu saat menemukan pemenuhan kebutuhan psikisnya itu dari pria lain.

"Tidak perlu pria itu lebih ganteng, lebih pintar, atau lebih kaya dari suaminya. Cukup pria itu punya sesuatu yang bisa membuat si perempuan kagum. Hubungan seks sendiri menduduki posisi kesembilan dalam urutan penyebab perempuan selingkuh. Dia mau berhubungan seks dengan pria bukan suaminya karena hal itu menjadi balasan atas perhatian yang diterimanya dari si pria," kata Sukiat.

Sementara suami merasa menemukan cinta lain karena merasa komunikasi dengan si istri tidak lagi berjalan dengan baik. Hal ini bisa terjadi karena latar belakang pendidikan, sosial, ekonomi, sampai sebab istri dianggap terlalu dominan atau galak.

"Laki-laki akan mencari perempuan yang bisa diajak bicara dengan santai. Dia bisa mengungkapkan isi hatinya. Tidak perlu perempuan itu cantik atau pandai, yang penting bisa diajak ngomong," ujar Sukiat.

Ada pula suami yang merasa kecewa dengan penampilan istrinya, dan menemukan hal yang secara fisik lebih menarik pada perempuan di luar rumah. Misalnya, di depan suami, istri suka memakai baju apa adanya dan menggunakan berbagai alat kosmetika untuk mempercantik wajah.

"Si suami hanya melihat istrinya saat dia memakai masker wajah. Tetapi wajah cantik si istri justru diperlihatkan kepada orang lain saat dia berada di luar rumah. Lama-lama suami merasa bosan dengan pemandangan istri seperti itu," kata Sukiat menambahkan.

APA yang dinyatakan Sukiat memang berdasar hasil surveinya. Dari survei itu ditemukan hal-hal yang bisa menjadi penyebab munculnya cinta lain dalam kehidupan perkawinan. Pelaku-suami/istri-percintaan lain itu biasanya punya rasa bersalah terhadap pasangannya, entah itu diakui atau tidak. Namun, seperti kata Dian (36, bukan nama sebenarnya), istri yang menemukan suaminya punya cinta lain, hal itu membuatnya merasa tertipu, tidak dihargai, dan merasa tidak bisa lagi memercayai suaminya.

"Awalnya ada telepon dari rekan kerja suami yang mengatakan suami saya punya affair dengan rekan kerjanya. Saya tak pedulikan karena sangat mungkin dia hanya iri atau kesal pada suami saya. Tetapi, setahun usia pernikahan kami, saya dikejutkan oleh pengakuan suami, dia punya anak balita usia taman kanak-kanak," cerita Dian.

Perempuan karier itu merasa terkejut, tetapi bisa memaafkan suami karena hal itu terjadi sebelum mereka menikah. Namun, hal itu membuat Dian teringat pada telepon rekan kerja suaminya. Diam-diam dia mencari tahu kebenarannya, dan lewat daftar nomor telepon genggam suaminya, Dian tahu siapa cinta lain suaminya.

Kali ini Dian memilih menanyakannya, dan setelah berkilah kian kemari, akhirnya si suami mengaku tengah bingung karena "orang ketiga" itu tengah hamil. "Dia mengulangi kesalahan yang sama. Artinya, dia memang tak mau belajar dari pengalaman. Lalu untuk apa diteruskan," ujar Dian yang kemudian memilih memulangkan suami ke keluarganya.

Ketika keadaan sudah tenang, si suami mengaku mendapatkan cinta lain karena Dian terlalu dominan. Untuk Dian, hal itu hanya alasan, sebab bila memang cinta dan komitmen mereka kuat, keduanya akan berusaha memperbaiki diri. "Kami kawin baru setahun lebih, kalau banyak kekurangan atau kesalahan, kan bisa dibicarakan dan diperbaiki. Mengapa dia langsung selingkuh?" ujar Dian yang memilih bercerai.

Hal sama dengan penyelesaian berbeda dilakukan Eva (34) ketika suaminya berpacaran dengan banyak perempuan. Ibu tiga anak ini mendapati suaminya suka berpacaran dengan perempuan yang bekerja di karaoke, kelab malam, dan semacamnya. "Dia lakukan itu ketika usia pernikahan kami baru delapan bulan."

Kelakuan suaminya itu membuat keduanya jadi kerap bertengkar meskipun kemudian berbaikan kembali. Hal serupa berulang terus-menerus. Eva tidak bisa menggugat cerai karena anak-anak tidak ingin orangtuanya berpisah. "Walaupun hati saya hancur, saya harus tetap memikirkan kepentingan anak-anak di atas segalanya. Saya tak ingin mengecewakan dan melukai hati mereka," tuturnya.

KONTROL sosial di kota besar dan banyaknya waktu yang dihabiskan pasangan yang keduanya bekerja di luar rumah sering kali dijadikan alasan tumbuhnya cinta lain dalam kehidupan perkawinan. Kedekatan hubungan dengan teman sekerja muncul karena intensitas waktu pertemuan mereka lebih tinggi daripada dengan pasangan di rumah.

Sinta (28, bukan nama sebenarnya) bukannya tak pernah berusaha mencari pria lajang sebagai pacarnya. Namun, entah mengapa dia justru jatuh cinta kepada salah satu bos di kantornya yang berusia 42 tahun, beristri dan beranak lebih dari empat orang.

"Berkali-kali saya berusaha memutuskan hubungan ini. Saya mencari pria lain, namun faktanya saya kembali lagi kepadanya. Pria lajang suka menuntut hubungan seks padahal baru pacaran, saya jadi merasa direndahkan. Sementara si bos tak pernah sekali pun memintanya, kami lebih banyak bercakap-cakap, berbagi pengalaman dan pikiran. Kontak fisik sangat terbatas," kata Sinta yang mengaku tak ingin merusak rumah tangga bosnya, dan justru akan meninggalkan si pria bila dia berniat menceraikan istrinya.

Lalu, apa harapan Sinta dari hubungan dengan si bos yang sudah berlangsung selama lima tahun ini? "Saya jadi belajar bertoleransi. Saya mencintai dia apa adanya. Saya tidak sakit hati kalau dia menomorsatukan istri dan anak-anaknya daripada saya, karena kami tahu posisi masing-masing. Hubungan kami seperti dua sahabat yang kebetulan saling jatuh cinta," ucap Sinta yang mengaku siap hidup melajang ini.

Hal serupa juga dialami Rian (30-an, bukan nama sebenarnya). Penyakit yang dideritanya membuat dia harus kerap berhubungan dengan dokter yang merawatnya. Hubungan profesional itu melibatkan unsur emosi ketika si dokter ditinggalkan anak kesayangannya yang mesti belajar ke luar negeri.

"Dia mendapati saya bisa menggantikan peran anaknya. Saya juga merasa tenang setiap kali bertemu dia. Seakan-akan semua hal pasti bisa terselesaikan dengan baik bila bersamanya," kata Rian tentang kekasihnya yang berusia hampir dua kali lipat dari usianya.

Sama seperti Sinta, Rian juga tak ingin mengacaukan ketenteraman hidup keluarga kekasihnya. Dia juga berhasil membunuh rasa cemburunya kepada pasangan hidup resmi sang kekasih dengan alasan inilah cinta sejati. "Saya tidak mengambil harta, waktu, maupun fisiknya. Tak ada waktu tetap untuk bertemu, kami cukup puas hanya dengan saling bercerita lewat telepon atau internet," ujarnya.

KALAU cinta lain muncul dalam kehidupan perkawinan, apakah cerai merupakan jalan terbaik?

Di sini tak ada kata baik atau buruk. Menurut Sukiat, sebelum menentukan langkah, sebaiknya pasangan itu mengkaji kembali tujuan hidup mereka. Jika keutuhan rumah tangga menjadi prioritas utama, mereka harus saling memaafkan dan bersama-sama menata hidup perkawinan mereka kembali.

"Jika memilih cerai, sebaiknya pilihan ini dilakukan ketika anak masih bayi, atau jika mereka sudah menikah. Jangan cerai ketika anak dalam masa pertumbuhan atau remaja karena ini akan melukai jiwa anak seumur hidupnya. Kalau sudah begini, yang dipertaruhkan adalah masa depan si anak," tutur Sukiat.

Menurut dia, jika istri yang menemukan cinta lain, dan pasangan ini memutuskan mempertahankan perkawinan mereka, maka si istri akan mendapat perlakuan "istimewa" dari suami. "Kejadian itu akan membuat suami mengawasi istrinya dengan ketat sepanjang hari. Suami akan posesif sekali dan selalu mengecek keberadaan istrinya," kata Sukiat menambahkan.

Sebaliknya, bila suami yang menemukan cinta lain, dan mereka sepakat memperbaiki pernikahan, si pria bisa diibaratkan menggali kuburnya sendiri. "Cinta perempuan terhadap pria atau suaminya itu biasanya bersifat penyerahan total. Cinta lain yang dianggap penyelewengan akan menimbulkan luka hati yang dalam. Sebaiknya istri pun membantu suami membangun kembali hubungan cinta mereka," ujar Sukiat.

Bagaimanapun, orang lain hanya bisa berkomentar, namun yang merasakan indahnya cinta maupun kepedihannya adalah mereka yang terlibat langsung di dalamnya. Maka, hati-hatilah pada ancaman cinta lain dalam perkawinan. Lebih baik menjauhinya, kalau tidak ingin menuai perkaraâ?¦. (CP/ARN)

(Sumber : Kompas Online)